Sumber Google |
Menjadi pembuka phase 3, Captain America: Civil War
secara manis memperkenalkan sejumlah karakter baru yang akan mewarnai
Marvel Cinematic Universe. Tanpa banyak mengumbar kisah klise yang tak
jelas, karakter Spider-Man dan Black Panther pun langsung bisa diterima
meskipun kedua tokoh superhero ini belum memiliki film solonya sendiri. Dan yang pasti, film Captain America: Civil War adalah yang terbaik dari Iron Man hingga Ant-Man.
Sajian terbaik yang ditawarkan MCU
Lebih jauh dari sekedar pembuka kisah Spider-Man dan Black Panther, Captain America: Civil War
juga menyuguhkan sebuah konsep cerita yang baru dan segar untuk
dinikmati. Konflik yang dibangun pun tak membutuhkan pondasi anyar
karena unsur-unsur penyokongnya sudah dijelaskan dari film MCU
sebelumnya. Selain itu, karakter masing-masing superhero juga menjadi semakin mantap dengan premis yang tajam, ‘Apakah kita harus dikendalikan?’.
Ditambah lagi dengan sentuhan dendam dari tiap konflik personal yang
menjadi bahan racikan utama agar film ini pantas disebut sebagai ‘Civil War’, dan ternyata berhasil.
Secara tak resmi, film ini adalah sekuel langsung dari Avengers: Age of Ultron, atau bahkan Mini Avengers.
Setelah kehancuran berbagai kota yang diakibatkan saat perang
berlangsung, pemerintah dari seluruh dunia kemudian sepakat untuk
mengendalikan aksi para Avengers agar tidak lagi ada korban tak berdosa
yang berjatuhan. Mulai dari sinilah semua karakter utama menunjukkan
sisi lain yang belum pernah ditampilkan dalam film MCU sebelumnya.
Membenci beberapa anggota Avengers pun menjadi hal yang wajar, karena
sepertinya kita memang diarahkan untuk melihat karakter yang tak 100%
baik.
Meskipun diawali dengan isu kendali pemerintah, secara garis besar
kisah film ini hanyalah berupa motif balas dendam yang menggerogoti tiap
karakternya. Siapa sangka bahwa sisi lain dari tokoh protagonis yang
ada dalam sosok Tony Stark dan Steve Rogers justru tampil lebih
antagonis dari Baron Zemo yang notabene menjabat sebagai villain
utama. Ini bukti bahwa dengan membangun karakter yang utuh, sebuah
konflik tetap dapat disampaikan dengan presisi tanpa harus melulu
dikuasai oleh sang villain.
Perseteruan antara kedua kubu yang mulai terasa setelah sepertiga
durasi membawa arah cerita film ini untuk memunculkan dua tokoh baru,
yaitu Spider-Man dan Black Panther. Kedua superhero ini
memiliki karakter yang sangat kuat dan cukup kontras jika dibandingkan
dengan karakter MCU lainnya. Yang mencuri perhatian memang Tom Holland
yang berperan sebagai Peter Parker, ia bak anak sekolahan yang dilema
untuk segera menuntaskan pekerjaan rumah atau menyelamatkan dunia.
Begitu pula dengan Black Panther yang kental dengan sifat pemimpin yang
bijaksana meskipun kadang bertindak gegabah dalam mengambil keputusan.
Menyorot ke pemeran utama, Steve Rogers yang sudah muncul dalam
beberapa film MCU kini tampil lebih kharismatik dan lebih pemberontak.
Ia semakin kokoh dengan pendiriannya dan memiliki jiwa setia kawan yang
sangat tinggi. Justru hal yang sebaliknya terjadi kepada Tony, yang kini
terlihat ‘main aman’ dan takut mengambil resiko. Dengan karakter
keduanya yang kian berkembang ini menunjukkan bahwa Christopher Markus
dan Stephen McFreely adalah penulis naskah sangat mumpuni dalam
mengembangkan karakter yang ada. Unsur ‘fun’ yang ada di film MCU lainnya pun masih terjaga dalam Captain America: Civil War, yang sempat hilang di film Avengers: Age of Ultron. Begitu pula dengan penuturan cerita yang mudah untuk dicerna dan dipahami seperti film MCU lainnya.
Gaya Visual
Beralih ke penyutradaraan, Russo bersaudara yang cukup menawan dalam Captain America: The Winter Soldier ternyata belum berani melakukan eksplorasi lebih mendalam dari segi visual storytelling. Bahkan, film Captain America: Civil War
ini seperti menggunakan cetakan khas Marvel yang membuatnya terasa
datar dari segi visual. Beruntung, banyak adegan aksi ditampilkan dengan
perpotongan cepat yang akhirnya membuat film ini terasa begitu dinamis,
apalagi saat terjadinya pertarungan jarak dekat menegangkan antara
Captain America melawan Iron Man. Jika ditilik, gaya bercerita secara
visual yang paling berbeda dari semua film MCU hanya ada di film Thor arahan Kenneth Branagh yang dominan menampilkan gambar miring dan komposisi yang unik.
Faktor pendukung yang kurang maksimal dari film Captain America: Civil War adalah soundtrack yang digunakan untuk membangun suasana. Tak meninggalkan kesan dan hanya lewat begitu saja, musik yang menjadi soundtrack Captain America: Civil War
ini sejatinya cukup untuk meningkatkan adrenalin penonton, tapi sayang
lagi-lagi tak ada kesan yang tersisa setelah keluar dari bioskop.
Kekurangan lainnya yang perlu digaris bawahi adalah CGI untuk
Spider-Man. Kostum yang cerah milik sang manusia laba-laba terlihat
jelas hasil buatan CGI yang kurang rapi, sangat menonjol jika
dibandingkan dengan CGI yang diterapkan untuk Iron Man, War Machine, dan
Falcon. Ini begitu mengganggu jika melihat kostum Spider-Man a la
Andrew Garfield yang tampil lebih detail dari versi Tom Holland.
Secara keseluruhan, Captain America: Civil War berhasil menunjukkan bahwa Marvel semakin serius dalam menggarap universe superheronya. Dan jika berkaca dari kebehasilan film ini, maka Russo bersaudara adalah duo yang tepat untuk menangani Infinity War 1 dan 2.
Bila kita menganggap Marvel Cinematic Universe sebagai sebuah serial, maka Captain America: Civil War adalah episode perdana yang kuat untuk season ketiga serial ini. Akhir cerita Captain America: Civil War pun cukup untuk menahan para penonton agar lebih penasaran dengan episode selanjutnya.
0 comments:
Post a Comment