Aku harus mau nulis apa tentang sebuah kisah yang dialami
salah seorang yang aku kenal.
Sebelum memulai senam jari ini aku mau sedikit kasih tau siapa sebenarnya orang yang aku mau ceritakan.
Sebelum memulai senam jari ini aku mau sedikit kasih tau siapa sebenarnya orang yang aku mau ceritakan.
Lahir dari sebuah keluarga sederhana dari pasangan suami
istri yang tidak pernah mengeluh akan keadaan. Kehidupan yang begitu suram ia
hadapi. Mulai dari numpang sana sini untuk tinggal bersama anaknya.
Di zaman rezim soeharto tepatnya tahun 1992. Seorang yang
aku kenal ini memiliki adik yang terlahir dengan membawa keberkahan. Sang ayah
diterima menjadi PNS disalah satu kementerian.
Oke jika menceritakan kisahnya mungkin tidak ada
henti-hentinya, salah seorang yang aku kenal ini memiliki 4 adik perempuan yang
sangat cantik. Dia menjadi satu-satunya cowok ganteng di keluarga kecilnya. Oh ya
lupa bukan di saja yang ganteng tapi ayahnya.
Salah seorang temen ini mulai beranjak remaja hingga dewasa.
semua keadaan iya lalui. Sekarang dia menjadi sarjana disalahsatu universitas
ternama di daerahnya.
Menjadi anak cowok satu satunya tidak membuat dirinya
menjadi bermanja-manja. Sering iya menentang orang tuanya jika dia dibedakan
dengan adik-adiknya. Karena iya merasa memiliki hak yang sama.
Sudah hampir 4 tahun lamanya iya meninggalkan bangku kuliah.
Berbagai daerah iaya kunjungi guna mencari sesuap nasi. Mulai dari Kalimantan. Bermodalkan
motor butut yang iaya miliki di jual guna mencari sebuah pengalaman baru.
Tak terasa di usianya yang kebanyakan orang menyebutnya
matang buat membina sebuah keluarga kecil. Oh iya, teman ku ini memiliki pacara dan
hampir genap 8 tahun iya pacaran.
Dari sinilah bermula sebuah cerita.
Sebelumnya aku mau membahas mengenai IBU karena satu kata ini
awal dari semuanya. Ibu merupakan sosok yang luar biasa. Tidak tanggung-tanggung
agama mengatakan bahwa surga itu di bawah telapak kaki ibu. Bukan lantas kita
harus membersihkan kakinya atau mencium kakinya. Ini merupakan sebuah kiasan.
Di tengah perjalanan tahun 2016, pemuda dari kampung ini mempunyai
harapan untuk meminang sang kekasih yang iya tidak tangung-tanggung berhubungan
sangat lama. Ya... kalau di ibaratkan kredit mobil kemungkinan sudah lunas.
Sang pemuda ini dengan penuh percaya diri memberanikan dirinya
untuk datang ke rumah sang kekasih untuk merajut komitmen nya. Menceritakan apa
harapannya kedepan bersama sang kekasih. Dia pun mengutarakan janjinya untuk
meminang kekasihnya di hadapan kedua orang tua si gadis itu.
Hari pun terus berjalan bagaikan perputaran roda motor di
jalan lurus yang sepi. Dan hingga hapir tiba waktunya. Entah ini nasib sial
ataukah ini sebuah ujian. Ketika sang kekasih menanyakan kejelasan janjinya iya
mulai bertanya ke orang tuannya sendiri. Mulai dari uang yang di kumpulkan
bersama sang ayah. Tapi tuhan berkata lain.
Memang benar segala payang kita rencanakan walaupun matang
menurut kita tapi tuhan lah segala pemberi kepastian. Seluruh isi tabungan yang
puluhan juta hampir ratusan itu sunyi tanpa ada kabar. Entah ini durhaka atau
apa namnya.
Pemuda itu mulai mempertanyakan nasib uang yang iya kumpulkan bersama ayahnya. Ternyata uang itu tidak ada lagi tersisa serupiah pun. Aku ng mau menceritakan secara detailnya mengenai uang itu. Yang jelas sang pemuda ini mulai lesu, mulai merasakan prustasi.
Pemuda itu mulai mempertanyakan nasib uang yang iya kumpulkan bersama ayahnya. Ternyata uang itu tidak ada lagi tersisa serupiah pun. Aku ng mau menceritakan secara detailnya mengenai uang itu. Yang jelas sang pemuda ini mulai lesu, mulai merasakan prustasi.
Dia merasa bersalah sudah terlanjur berjanji. Hingga semua
alasan iya lakukan agar hubungannya dengan sang kekasih berakhir. Mulai dari
sengaja menguplod photo cewek di branda sosmednya hingga tidak tangung-tangung
iya meminta sang kekasih mencari penggantinya. Sang kekasih mulai marah. Kenapa
iya lakukan semua ini. Disisi lain iya tidak mau menceritakan aib keluarganya
dan disisi lain prasaan mulai bersalah hingga malu menghiasi hari-harinya.
Suatu hari tanpa disadara keluarga sang gadis ini menelpon
si pemuda. Biasa dia hanya menayakan kabar dan kondisi atau kabar hubungannya
dengan si gadis. Dan curahan hatipun tidak terbendung. Terceritakan lah apa
yang menimpanya.
Dan si pemuda ini mulai jujur ke sang kekasih. Lewat telpon
dia mulai menceritakan yang sebenarnya
“ aku (si pemuda) minta maaf sebelumnya, aku sengaja melakukan hal-hal konyol agar kamu marah dan mulai membenciku hingga kamu memutuskan hub denganku. Aku sengaja melakukan itu agar kamu mendapatkan orang yang terbaik. Sekarang semua harapan ku semua janjiku untuk bersamamu telah sirna. Haruskah aku menyalahi ibu ku bahkan haruskah aku membenci nya.
“ aku (si pemuda) minta maaf sebelumnya, aku sengaja melakukan hal-hal konyol agar kamu marah dan mulai membenciku hingga kamu memutuskan hub denganku. Aku sengaja melakukan itu agar kamu mendapatkan orang yang terbaik. Sekarang semua harapan ku semua janjiku untuk bersamamu telah sirna. Haruskah aku menyalahi ibu ku bahkan haruskah aku membenci nya.
Aku tidak bisa lagi
mengutarakan janji karena aku paham akan kondisiku, beban semakin bertambah
karena pristiwa yang melanda dikeluargaku. Aku memang ng pantas buat kamu. Semoga
kamu menemukan orang yang tepat untuk mendampingi mu”.
Clotehan sang pemuda ini semakin menjadi-jadi terlihat darinya kucuran airmata mulai membasahi pipinya.
Clotehan sang pemuda ini semakin menjadi-jadi terlihat darinya kucuran airmata mulai membasahi pipinya.
Dan akhir cerita sang pemuda itu kini tidak lagi bersama si
gadis. Entah iya merasa tidak percaya lagi atau entah iya merasa si pemuda itu
tidak menjanjikan buat di ajak mengarungi bahtera samudra kehidupan rumah
tangga.
Cerita ini hanya sebagian yang aku tau. Aku tidak begitu
mendalami yang aku tau ada sebuah ruang permasalahan dalam diri si pemuda yang
begitu kompleks. Disisi lain dia harus menanggung beban keluarga. Disisi lain dia
menanggung malu dan rasa kecewa.
Semoga apa yang kita harapkan dan apa yang kita rencanakan tercapai.
Hanya saja dari kisah ini menuntut kita untuk bagaimana bersikap dewasa.